Panduan tata cara wudhu yang benar
Shalat Tidak Sah Tanpa Berwudhu
Dari Ibnu
‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada shalat kecuali dengan
thoharoh. Tidak ada sedekah dari hasil pengkhianatan.”
An Nawawi
–rahimahullah- mengatakan, “Hadits ini adalah nash mengenai wajibnya thoharoh
untuk shalat. Kaum muslimin telah bersepakat bahwa thoharoh merupakan syarat
sah shalat.”
Abu Hurairah
mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat
salah seorang di antara kalian tidak akan diterima -ketika masih berhadats-
sampai dia berwudhu.“
Tata Cara
Wudhu
Mengenai
tata cara berwudhu diterangkan dalam hadits berikut:
Humran
pembantu Utsman menceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu pernah
meminta air untuk wudhu kemudian dia ingin berwudhu. Beliau membasuh kedua
telapak tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur diiringi memasukkan air ke
hidung, kemudian membasuh mukanya 3 kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai
ke siku tiga kali, kemudian mencuci tangan yang kiri seperti itu juga, kemudian
mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali,
kemudian kaki yang kiri seperti itu juga. Kemudian Utsman berkata, “Aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu seperti wudhuku
ini, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini
kemudian dia shalat dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia
dan yang tidak punya kaitan dengan shalat), maka Allah akan mengampuni
dosa-dosanya yang telah lalu”. Ibnu Syihab berkata, “Ulama kita mengatakan
bahwa wudhu seperti ini adalah contoh wudhu yang paling sempurna yang dilakukan
seorang hamba untuk shalat”.
Dari hadits
ini dan hadits lainnya, kita dapat meringkas tata cara wudhu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai berikut.
- Berniat –dalam hati- untuk menghilangkan hadats.
- Membaca basmalah: ‘bismillah’.
- Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali.
- Mengambil air dengan tangan kanan, lalu dimasukkan dalam mulut (berkumur-kumur atau madmadho) dan dimasukkan dalam hidung (istinsyaq) sekaligus –melalui satu cidukan-. Kemudian air tersebut dikeluarkan (istintsar) dengan tangan kiri. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.
- Membasuh seluruh wajah sebanyak tiga kali dan menyela-nyela jenggot.
- Membasuh tangan –kanan kemudian kiri- hingga siku dan sambil menyela-nyela jari-jemari.
- Membasuh kepala 1 kali dan termasuk di dalamnya telinga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga termasuk bagian dari kepala” (HR Ibnu Majah, disahihkan oleh Al Albani). Tatacara membasuh kepala ini adalah sebagai berikut, kedua telapak tangan dibasahi dengan air. Kemudian kepala bagian depan dibasahi lalu menarik tangan hingga kepala bagian belakang, kemudian menarik tangan kembali hingga kepala bagian depan. Setelah itu langsung dilanjutkan dengan memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga, sedangkan ibu jari menggosok telinga bagian luar.
- Membasuh kaki 3 kali hingga ke mata kaki dengan mendahulukan kaki kanan sambil membersihkan sela-sela jemari kaki.
Berikut
catatan penting yang perlu diperhatikan dalam tata cara wudhu di atas.
Niat Cukup
dalam Hati
Yang
dimaksud niat adalah al qosd (keinginan) dan al irodah (kehendak)
Sedangkan yang namanya keinginan dan kehendak pastilah dalam hati, sehingga
niat pun letaknya dalam hati.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- mengatakan, “Letak niat adalah di
hati bukan di lisan. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin
dalam segala macam ibadah termasuk shalat, thoharoh, zakat, haji, puasa,
memerdekakan budak, jihad dan lainnya.”
Ibnul Qayim
-rahimahullah- mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –di
awal wudhu- tidak pernah mengucapkan “nawaitu rof’al hadatsi (aku
berniat untuk menghilangkan hadats …)”. Beliau pun tidak menganjurkannya. Begitu
pula tidak ada seorang sahabat pun yang mengajarkannya. Tidak pula terdapat
satu riwayat –baik dengan sanad yang shahih maupun dho’if (lemah)- yang
menyebutkan bahwa beliau mengucapkan bacaan tadi.”
Berkumur-kumur
dan Memasukkan Air dalam Hidung Dilakukan Sekaligus Melalui Satu Cidukan Tangan
Ibnul
Qayyim menyebutkan, “Ketika berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung (istinsyaq),
terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan satu cidukan
tangan, terkadang dengan dua kali cidukan dan terkadang pula dengan tiga kali
cidukan. Namun beliau menyambungkan (tidak memisah) antara kumur-kumur dan istinsyaq.
Beliau menggunakan separuh cidukan tangan untuk mulut dan separuhnya lagi
untuk hidung. Ketika suatu saat beliau berkumur-kumur dan istinsyaq dengan
satu cidukan maka kemungkinan cuma dilakukan seperti ini yaitu kumur-kumur dan istinsyaq
disambung (bukan dipisah).
Adapun
ketika beliau berkumur-kumur dan istinsyaq dengan dua atau tiga cidukan,
maka di sini baru kemungkinan berkumur-kumur dan beristinsyaq bisa dipisah.
Akan tetapi, yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan adalah
memisahkan antara berkumur-kumur dan istinsyaq. Sebagaimana disebutkan
dalam shahihain dari ‘Abdullah bin Zaid bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tamadh-madho (berkumur-kumur)
dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung) melalui air satu telapak
tangan dan seperti ini dilakukan tiga kali. Dalam lafazh yang lain disebutkan
bahwa tamadh-madho (berkumur-kumur) dan istinsyaq
(memasukkan air dalam hidung) melalui tiga kali cidukan. Inilah riwayat yang
lebih shahih dalam masalah kumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air
dalam hidung).
Tidak ada
satu hadits shahih pun yang menyatakan bahwa kumur-kumur dan istinsyaq
dipisah. Kecuali ada riwayat dari Tholhah bin Mushorrif dari ayahnya dari
kakeknya yang mengatakan bahwa dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memisah antara kumur-kumur dan istinsyaq. Dan riwayat
tersebut hanyalah berasal dari Tholhah dari ayahnya, dari kakeknya. Padahal
kakekanya tidak dikenal sebagai seorang sahabat.”
Membasuh
Kepala Cukup Sekali
Ibnul Qayyim
menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membasuh
kepalanya seluruh dan terkadang beliau membasuh ke depan kemudian ke belakang.
Sehingga dari sini sebagian orang mengatakan bahwa membasuh kepala itu dua
kali. Akan tetapi yang tepat adalah membasuh kepala cukup sekali (tanpa
diulang). Untuk anggota wudhu lain biasa diulang. Namun untuk kepala, cukup
dibasuh sekali. Inilah pendapat yang lebih tegas dan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah berbeda dengan cara ini.
Adapun
hadits yang membicarakan beliau membasuh kepala lebih dari sekali, terkadang
haditsnya shahih, namun tidak tegas. Seperti perkataan sahabat yang menyatakan
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan mengusap tiga
kali tiga kali. Seperti pula perkataan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam membasuh kepala dua kali. Terkadang pula haditsnya tegas, namun
tidak shahih. Seperti hadits Ibnu Al Bailamani dari ayahnya dari ‘Umar bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap tangannya tiga kali dan
membasuh kepala juga tiga kali. Namun perlu diketahui bahwa Ibnu Al Bailamani
dan ayahnya adalah periwayat yang lemah.”
Kepala
Sekaligus Dibasuh dengan Telinga
Telinga
hendaknya dibasuh berbarengan setelah kepala karena telinga adalah bagian dari
kepala. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
“Dua
telinga adalah bagian dari kepala.” Hadits ini adalah hadits yang lemah
jika marfu’ (dianggap ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Akan tetapi hadits di atas dikatakan oleh beberapa ulama salaf di antaranya
adalah Ibnu ‘Umar.
Ash Shon’ani
menjelaskan, ”Walaupun sanad hadits ini dikritik, akan tetapi ada berbagai
riwayat yang menguatkan satu sama lain. Sebagai penguat hadits tersebut adalah
hadits yang mengatakan bahwa membasuh dua telinga adalah sekaligus dengan
kepala sebanyak sekali. Hadits yang menyebutkan seperti ini amatlah banyak, ada
dari ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ar Robi’ dan ‘Utsman. Semua hadits tersebut bersepakat
bahwa membasuh kedua telinga sekaligus bersama kepala dengan melalui satu
cidukan air, sebagaimana hal ini adalah makna zhohir (tekstual) dari
kata marroh (yang artinya: sekali). Jika untuk membasuh kedua telinga
digunakan air yang baru, tentu tidak dikatakan, “Membasuh kepala dan telinga
sekali saja”. Jika ada yang memaksudkan bahwa beliau tidaklah mengulangi
membasuh kepala dan telinga, akan tetapi yang dimaksudkan adalah mengambil air
yang baru, maka ini pemahaman yang jelas keliru.
Adapun
riwayat yang menyatakan bahwa air yang digunakan untuk membasuh kedua telinga
berbeda dengan kepala, itu bisa dipahami kalau air yang ada di tangan ketika
membasuh kepala sudah kering, sehingga untuk membasuh telinga digunakan air
yang baru.”
Seluruh
Kepala Dibasuh, Bukan Hanya Ubun-Ubun Saja
Allah Ta’ala
berfirman,
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
“Dan
basuhlah kepala kalian.” (QS. Al Maidah: 6)
Fungsi huruf
baa’ dalam ayat di atas adalah lil ilsoq artinya melekatkan dan
bukan li tab’idh (menyebutkan sebagian). Maknanya sama dengan membasuh
wajah ketika tayamum, sebagaimana dalam ayat,
فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
“Dan
basuhlah wajah kalian.” (QS. Al Maidah: 6). Dua dalil di atas masih berada
dalam konteks ayat yang sama. Mengusap wajah pada tayamum bukan hanya sebagian
(namun seluruhnya) sehingga yang dimaksudkan dengan mengusap kepala adalah
mengusap seluruh kepala.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,
“Apabila
ayat yang membicarakan tentang tayamum tidak mengatakan bahwa mash
(membasuh) wajah hanya sebagian padahal tayamum adalah pengganti wudhu dan
tayamum jarang-jarang dilakukan, bagaimana bisa ayat wudhu yang menjelaskan mash
(membasuh) kepala cuma dikatakan sebagian saja yang dibasuh padahal wudhu
sendiri adalah hukum asal dalam berthoharoh dan sering berulang-ulang
dilakukan?! Tentu yang mengiyakan hal ini tidak dikatakan oleh orang yang
berakal.”
Begitu pula
terdapat dalam hadits lain dijelaskan bahwa membasuh kepala adalah seluruhnya
dan bukan sebagian. Dalilnya,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ أَتَى رَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْرَجْنَا لَهُ مَاءً فِى تَوْرٍ مِنْ صُفْرٍ
فَتَوَضَّأَ ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَيَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ،
وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِهِ وَأَدْبَرَ ، وَغَسَلَ رِجْلَيْهِ
Dari
‘Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang,
lalu kami mengeluarkan untuknya air dalam bejana dari kuningan, kemudian
akhirnya beliau berwudhu. Beliau mengusap wajahnya tiga kali, mengusap
tangannya dua kali dan membasuh kepalanya, dia menarik ke depan kemudian
ditarik ke belakang, kemudian terakhir beliau mengusap kedua kakinya.
Dalam
riwayat lain dikatakan,
وَمَسَحَ رَأْسَهُ كُلَّهُ
“Beliau
membasuh seluruh kepalanya.”
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Tidak ada satu pun sahabat yang menceritakan
tata cara wudhu Nabi yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam hanya mencukupkan dengan membasuh sebagian kepala saja.” Namun
ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membasuh ubun-ubun, beliau
juga sekaligus membasuh imamahnya.
Sedangkan
untuk wanita muslimah tata cara membasuh kepala tidak dibedakan dengan pria.
Akan tetapi, boleh bagi wanita untuk membasuh khimarnya saja. Akan tetapi, jika
ia membasuh bagian depan kepalanya disertai dengan khimarnya, maka itu lebih
bagus agar terlepas dari perselisihan para ulama. Wallahu a’lam.